“ Dhit, lu tau ga, ternyata murid barunya itu seorang PEREMPUAN, bukan laki-laki kaya yang selama ini kita harapkan.”
Membaca sms itu, Dhita merasa dunianya runtuh seketika. Karena cowok ganteng yang selama ini dia harapkan ternyata nggak pernah jadi kenyataan.
****
“ Selamat pagi teman-teman. Perkenalkan nama saya Putri. Saya murid pindahan dari Surabaya,” beritahu Putri pada teman-teman barunya pada saat sesi perkenalan.
“Putri kamu duduk di sebelah Shelly,” perintah pak Rusli, wali kelas Shelly.
Karena hanya tempat Shelly yang masih kosong maka Putri duduk di sebelahnya.
“ Halo, nama kamu siapa?” tanya Putri pada Shelly sambil mengulurkan tangannya.
“ Shelly,” jawabnya dengan singkat, padat, dan jelas.
****
Tiga bulan sudah Putri pindah ke sekolah itu. Ia pun semakin dekat dengan Shelly bukan karena Shelly duduk sebangku dengannya tetapi karena ia merasa nyaman dan nyambung berbicara dengan Shelly. Selain dekat dengan Shelly, ia pun dekat dengan Dhita, mereka bertiga sering berpergian bersama baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Karena itulah, mereka bertiga mendapat julukan baru dari teman-teman di sekolahnya yaitu “Trio Macan”.
Tetapi beberapa bulan belakangan ini Dhita merasa ada yang aneh, Shelly sudah jarang mengunjunginya ke kelas. Padahal dulu dia lah yang sangat bersemangat mengunjungi dirinya saat istirahat untuk mengajaknya ke kantin bersama. Sekarang ia lebih sering ke kantin seorang diri, bukan karena ia menjauhi Shelly melainkan ia tidak pernah menemukan sahabatnya itu di kelasnya pada jam istirahat. Beberapa kali Dhita mencoba menghubungi Shelly tapi tidak pernah terhubung.
****
Sudah seharian Dhita mengurung diri di kamarnya, perasaan takut mulai merasuki hati dan pikiran Dhita. Ia terus menerus memikirkan Shelly. Ia takut kehilangan satu-satunya sahabat terbaiknya. Sedetik kemudian ia mulai menangis. Air mata terus mengalir membasahi pipinya.
Matahari mulai menyinari wajahnya dan ia mulai terbangun dari tidurnya. Ternyata karena lelah menangis semalaman maka ia langsung tertidur.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.50, Dhita mulai bergegas pergi ke sekolah. Di gerbang sekolah ia berpapasan dengan Shelly, dan Shelly langsung menyapanya. Dhita merasa sangat senang mendengar hal itu, karena itulah yang ia tunggu selama ini, kembali dekat dengan Shelly. Mereka bericara di pinggir lapangan. Merasa ini adalah kesempatan yang tepat, Dhita bertanya kepada Shelly mengenai kejadian belakangan ini.
“Shel, gw mau tanya sesuatu sama lu, kenapa sih belakangan ini lu menghindar dari gw? Gw ada salah sama lu? Kalo ada salah gw minta maaf sama lu,” tanya Dhita, sambil menahan air matanya agar tidak jatuh.
“Lu nggak salah kok, Dhit. Gw yang salah. Gw sadar belakangan ini gw udah jarang main sama lu dan lebih sering sama Putri. Tapi gw nggak bermaksud buat menjauh dari lu, cuma sekarang gw merasa lebih nyaman sama Putri. Lu jangan salah paham, karena selamanya lu tetap teman terbaik gw. Gw akan berusaha lebih adil lagi sama lu berdua,” jelas Shelly.
Mendengar hal itu, Dhita yang tidak bisa menahan air matanya langsung pergi meninggalkan Shelly di pinggir lapangan.
****
Semenjak mendengar penjelasan Shelly, Dhita benar-benar hancur, karena Shelly yang sudah ia anggap sebagai sahabat terbaiknya, meninggalkannya. Ia benar-benar kecewa. Bahkan ia sempat berpikir untuk tidak lagi memiliki seorang teman karena menurutnya hidup seorang diri tanpa teman akan lebih baik dibandingkan harus ditinggalkan seorang teman.
Selang beberapa lama, Dhita mulai berpikir untuk bangkit kembali. Di sekolah ia mulai bersosialisasi dengan teman-teman di kelasnya. Lama kelamaan ia mulai kembali seperti Dhita yang dulu, seorang yang periang. Ia banyak mendapatkan teman-teman baru yang tidak ia dapatkan saat ia masih dekat dengan Shelly. Dulu saat bersama Shelly, teman-temannya di sekolah tidak begitu banyak karena ia berpikir memiliki seorang teman sudah cukup tetapi, setelah ia mengalami peristiwa ini, ia merasa bersyukur karena ia bisa mengenal lebih banyak orang.
****
Bel sekolah berbunyi sebanyak empat kali, itu berarti waktunya pelajaran hari ini berakhir. Murid – murid langsung membereskan buku pelajaran mereka dan bergegas keluar kelas. Dalam seketika, kelas langsung sepi hanya Dhita yang masih berada di dalam kelas. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, setelah ia lihat ternyata mamanya menelpon.
“ Halo, kenapa ma?” jawab Dhita, sambil memasukan buku-bukunya ke dalam tas.
“ Kamu pulang sekolah langsung pulang yah! Soalnya tante kamu dari Semarang mau datang,” beritahu mamanya.
“ Iya ma, ni aku baru mau pulang,” jawab Dhita, yang kemudian langsung memutus pembicaraan dengan mamanya.
Saat ingin keluar kelas, ia melihat Shelly duduk seorang diri di pinggir lapangan. Ia ingin sekali menyapanya, tapi memorinya langsung lari pada pembicaraan mereka saat itu di pinggir lapangan. Mengingat hal itu, ia langsung mengurungkan niatnya.
Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
“ Dhita,,,,”
Dhita mengenal suara itu, dan langsung menengok. Ternyata tebakkannya benar, itu suara Shelly.
“ Dhit, gw boleh ngomong sebentar gak sama lu?” tanya Shelly.
“Ngomong apa? Gw lagi buru-buru ni, nyokap gw nyuruh gw pulang cepat,” jawab Dhita sekenanya.
“ Gw mau minta maaf, karena gw nggak nepatin janji gw untuk bersikap lebih adil sama lu,” pintanya dengan wajah yang penuh penyesalan.
Seketika kerongkongannya tercekat. Sambil menahan air matanya agar tidak jatuh,Dhita berkata, “ Lu nggak perlu minta maaf sama gw, justru gw yang mau ngucapin terima kasih sama lu. Berkat lu gw jadi bisa lebih kenal sama banyak orang dan sekarang hidup gw jadi lebih berwarna dengan kehadiran teman-teman baru gw. Thanks, karena selama ini lu udah mau jadi teman gw.”
“Dhit,,” panggil Shelly.
Dhita pun langsung menghentikan langkahnya.
“ Gw cuma pengen lu tau, gw senang berteman sama lu, dan lu selamanya tetap teman terbaik gw,” jelas Shelly.
Dhita yang mendengar hal tersebut, hanya tersenyum dan melangkah pergi meninggalkan Shelly seorang diri. Shelly langsung terisak mendengar perkataan sahabatnya tersebut. Dan hanya ada satu kata yang keluar dari mulutnya.
“Maaf.”